Recent Posts

    REVIEW: 'FOXTROT SIX', Film Indonesia Rasa Hollywood

    Ada yang sudah nonton Foxtrot Six? Pasti sudah banyak yang melihat kehebatan Oka Antara, dkk berlaga, namun saya yakin tidak sedikit juga yang masih baru berencana untuk melihatnya di akhir pekan nanti. Ya, film Foxtrot Six  yang sudah kita tunggu-tunggu sudah muncul di layar bioskop tanggal 21 February 2019 kemarin. Fim ini ditulis dan digarap oleh tangan dingin sutradara pendatang baru, Randy Korompis dan bekerjasama dengan produser asal Amerika, Mario Kassar yang merupakan produser legendaris dari film-film jadul ternama seperti Rambo (1982, 1985, 1988) dan Terminator (1991, 2003, 2009).

    FOXTROT SIX


    Foxtrot Six merupakan film bergenre drama penuh aksi yang menceritakan tentang kondisi Indonesia di masa depan dengan mengkisahkan seorang mantan anggota mariner yang berjuang bersama teman-temannya demi membebaskan Indonesia dari kemiskinan serta kepemimpinan rezim otoriter kejam bernama PIRANAS.

    Film Indonesia rasa Hollywood, mungkin begitulah kira-kira ketika pertama kali melihat trailer film yang beredar di Youtube maupun televise, dita ide cerita yang baik, produser yang mumpuni, ditambah lagi actor ternama yang berlaga seperti Oka Antara, Julie Estelle, Chicco Jerikho, Rio Dewanto, Mike Lewis, Arifin Putra hingga Verdy Sulaiman membuat film ini terasa luar biasa. Namun trailer tetaplah trailer, tidak bisa menjadi patokan isi sesungguhnya dalam film.

    Ketika film dimulai, perlahan ekspektasi kita mulai terpenuhi dengan ditampilkannya situasi Indonesia terkini, bagaimana keadaan dunia, dan bagaimana Indonesia yang disajikan dengan cara yang sangat baik. Maksudnya? Sang sutradara bertujuan untuk menginformasikan kepada penonton tentang kondisi yang dialami Indonesia pada tahun 2031. Nah setelah itu? Saya agak “sakit mata” melihat plotnya yang berjalan dengan cepat dimana penonton sepertinya tidak diberi kesempatan untuk masuk dan mendalami isi cerita alhasil kurang begitu menikmati filmnya.Pengenalan karakternya pun terbilang tidak terlalu mulus, entah admin yang lemot apa memang filmnya yang “rusuh”, sehingga untuk mendalami setiap karakternya agak sulit.

    Dari segi visual efek sudah lumayan bagus namun jangan sesekali membandingkan dengan film Hollywood, karena tentu saja masih kalah jauh contohnya saja seperti warna serta kecerahan yang masih kurang enak dipandang. Namun, jika kita hubungkan Film ini dengan sang produser sendiri, Mario Kassar, yang merupakan produser film-film legendaris (jadul) di era 90 – 2000 an (seperti yang kita ketahui efek visual pada saat itu bisa dikatakan baik) sehingga tidak heran jika Foxtrot Six se-keren film Mario Kassar pada zamannya. Yaa Mungkin jika sekarang adalah tahun 90 – 2000, Foxtrot Six bisa menjadi film yang luar biasa hebat dari sisi visual.

    Selain efek visual, yang membuat admin awalnya terheran-heran adalah penggunaan Bahasa Inggris dalam film tersebut yang terasa dipaksakan. Kenapa harus dipaksakan memakai Bahasa Inggris? Entah karena ingin membuat film lebih prestige atau bagaimana, yang jelas dengan lokasi yang berada di Indonesia rasanya tidak perlu memakai Bahasa Inggris untuk dialognya. Sang produser sempat mengatakan bahwa alasan menggunakan Bahasa Inggris dalam film yang sedang dibesutnya adalah agar film tersebut bisa diterima di pasar yang lebih besar dengan mudah, padahal Indonesia saya rasa sudah punya banyak karya film yang tidak perlu memakai Bahasa Inggris namun tetap bisa mendunia.

    Namun, pertarungan akhir pada film yang menghabiskan dana puluhan milyar ini akan membuat penonton berdecak kagum melalui suguhan pertarungan yang “AJIBB”, brutal, sadis, “cadass” dan penuh pertumpahan darah. Seperti terobati setelah sebelumnya disuguhi plot yang berantakan, terlalu cepat, serta membingungkan yang menjadi penghalang ketika menikmati film tersebut untuk mendapat sisi emosional dari cerita.

    Foxtrot Six, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, paling tidak sudah berani membawa sesuatu yang baru untuk perfileman Indonesia. Disamping itu sang sutradara, Randy Korompis, saya rasa cukup sukses untuk level sineas pendatang baru dan sangat layak diberi Applause untuk karyanya. Semoga saja, diawali dari Fostrot Six beliau bisa terus berkarya dan berkontribusi untuk perfileman Indonesia dan tidak menutup kemungkinan sang produser, Mario Kassar, menjadi jalan pembuka agar produser dan sutradara Hollywood ternama bisa berkiprah di Indonesia.


    Belum ada Komentar untuk "REVIEW: 'FOXTROT SIX', Film Indonesia Rasa Hollywood"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel